Sekarang kita yang menjadi kakaknya
Di tahun 2007 bersama teman temanku aku datang kesini. Tentunya dengan harapan dan tujuan yang sama, untuk bisa menimba ilmu.
Namun ternyata tak semua teman2ku seberuntung diriku. Dari puluhan orang, ternyata hanya 2 orang yg masih berkesempatan memijakkan kaki disini, mengiri hari harinya ditempat yang sangat kuharapkan.
Dan setelah itu datang orang orang tak dikenal yang tiba2 menanyakan hal2 yang menurutku tidak penting. Dia menanyakan siapa namaku, tempat tgl lahirku, dari jurusan apa, apakah ada masalah dan lain sebagainya. Ya sebenarnya aku tak begitu peduli, dan mengapa mereka menanyakan hal itu aku juga tak tahu.
Dan ternyata 4 dimensi dunia mempertemukan kita kembali dgn perbedaan dimensi waktu. Saat itu adalah waktu registrasi tahap berikutnya. Datang beberapa orang lagi menanyakan Dan salah satunya adalah kwitansi pembayaran dari bank. Karena aku masuk kesini dengan proses yang tidak biasa, setelah melewati antrian panjang tiba giliranku untuk menyerahkan berkas2ku. Dan ternyata masih ada satu bagian pembayaran yang belum aku lunasi. Sehingga proses registrasiku harus pending sampai aku melunasi kekurangannya. Yah bisa dibayangkan sendiri di hari terakir registrasi, aku tak membawa uang, kenalanpun tak punya harus membayar di bank yg tempatny tak bs dikatakan dkat untuk orang yg tak punya kendaraan pribadi sepertiku. Haruskah harapanku pupus disini?
Tiba2 datang lg orang yang tak dikenal, dia menanyakan apakah ada masalah? Dgn rasa takut dan tak bgitu bharap ku beritahukan masalahku. Dan ternyata aku terus disuruh ke stan mereka untuk dibantu. Dan akupun ditanyai lbih detail lagi mengenai masalahku. Ya dan akhirnya aku diantar oleh akh Yitno B untuk ke bank. Dan yg paling mengesankan dia tak hanya mengantarku ke Bank, namun jg mau meminjami kekurangan biayaku. Padahal hari itu hari pertama kita berjumpa, tak seorangpun menjamin aku akan kembalikan uangnya. Tak ada yg tahu kalau aku penipu. Dan mulai saat itu aku merasakan kehangatan dari kakak2ku.
Dan setelah itu aku semakin mengenal kakak2ku lebih banyak lagi.
Namun setelah mulai masuk ke tempatku, aku dikumpulkan dgn semua orang yg senasib dgnku, dikumpulkan untuk dikenalkan lbih mendalam tentang tempatku ini. Setelah kita semua berkumpul, datang kakak2 angkatan. Dan seolah mereka membawa satu truk cabe rawit, sehingga membuat semua perkataannya menjadi pedas. Dan mengubah kehangatan yang ada menjadi panas, bahkan sangat panas shingga membuat orang2 didalamnya menjadi merasa tak betah. Bahkan ingin pindah.
Setiap hari kami disuguhi tugas2 yang seolah tak mungkin terselesaikan. Tak cukup hanya dgn tugas saja. Wajah muram menjadi suguhan setiap hari.
Dan pada puncaknya kita dikumpulkan dan dimarahi habis2an sampai2 qta gak punya alasan lagi untuk bertahan, sampai2 kaki2 ini terasa tak mau lagi diajak berdiri.
Dan setelah itu baru dijelaskan maksud dari setruk cabe dan segunung tugas. Ternyata mereka semua rela mengorbankan begitu banyak hal demi kami. Untuk mendidik kami.
Dan saat itu juga menjadi akhir dari kisah setruk cabe merah dan segunung tugas.
Dan setelah itu seolah dunia memihakku. Semua kehangatan dari kakak angkatan telah kutemukan. Semua kebutuhanku selalu selalu ada yang membantu.
Ketika aku kekurangan biaya, dan sebelum aku ceritakan kepada mereka, tiba2 ada orang yg datang padaku, namun tidak meminjami uang, karena dia datang untuk membantuku dgn ikhlas, dia mencukupi kekurangan danaku tanpa minta imbalan.
Ketika aku tak punya tempat tinggal, begitu banyak yang menawarkan tumpangan tempat tinggal untukku. Sampai suatu ketika akhirnya aku memilih untuk tinggal di tempat terbaik sewilayahku. Aku tinggal ditempat yang dipenuhi fasilitas yg lengkap, bahkan sangat lengkap untuk mendukungku melesat jauh didepan teman temanku. Saat itu seolah kumelihat kesuksesan sudah tepat dibawah pijakan kakiku.
Sedikit demi sedikit rasa hangat ini mulai berkurang. Namun karena begitu hangat dan nyamannya, yang sedikit itu tak berasa kepergiannya. Namun meskipun tak terasa kepergiannya, seperti kata pepatah sedikit demi sedikit lama-lama menjadi bukit. Akhirnya kehangatan itu mulai berasa berkurang.
Dan aku baru sadar, ternyata aku bermimpi. Kakak2ku satu demi satu telah lulus untuk menuju ke jenjang berikutnya. Kini tak ada lagi yang mengarahkanku. Kini aku baru tahu dinginnya malam. Aku baru merasakan betapa dinginnya badai.
Dan disaat aku baru belajar menghangatkan diri dari dinginnya malam. Ku melihat di sekitarku ternyata banyak orang yg sedang menghadapi badai. Dan ternyata mereka itu adalah adik2ku. Ternyata aku sudah punya dua adik.
Sebenarnya aku tak tega melihatnya, maka ku coba cari cara untuk membantu mereka. Kucoba nyalakan api semangat untuk membantu mereka. Namun ternyata, api itu malah membakar mereka. Harapan untuk menghangatkan mereka malah berujung menyakitinya. Dan setelah itu aku baru tahu kalau ternyata bukan dgn api, kakak2ku dulu menghangatkanku. Namun dengan ilmu.
Dan kini akulah yang menjadi kakaknya. Padahal adik2ku diluar sana sedang kesulitan, namun tak ada yang bisa aku lakukan.
Dan kini akulah yang menjadi kakaknya. Namun, mengurus diri saja masih belum baik.